Kenaikan PPN 12 Persen: Strategi Perusahaan dalam Mempertahankan Bisnisnya
Pada awal tahun 2025, Pajak Pertambahan Nilai atau PPN naik sebesar 12 persen. Kenaikan pajak tersebut bukan tanpa sebab, melainkan untuk memaksimalkan infrastruktur, sarana dan prasarana, dan pelayanan yang dilakukan negara untuk masyarakat meliputi berbagai bidang, seperti pendidikan dasar, pangan, kesehatan, dan industri lainnya.
Kabar naiknya PPN menjadi 12 persen sempat mengkhawatirkan berbagai pihak dan elemen masyarakat. Masyarakat cemas akan naiknya kebutuhan pokok serta biaya hidup yang semakin tinggi, dan dianggap memberatkan pengeluaran mereka. Kenaikan ppn juga dirasakan oleh perusahaan-perusahaan yang berkewajiban membayar pajak, terutama bagi yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dimana jika dalam satu tahun perusahaan telah mendapat sebanyak omzet 4,8 M maka wajib mendaftar sebagai PKP.
Menurut siaran pers Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, presiden menyatakan, pajak 12 persen tersebut hanya dikenakan pada barang dan jasa mewah saja, yang selama ini digunakan oleh kalangan menengah dan menengah atas karena dianggap mampu. Kebijakan baru tersebut secara resmi tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 yang mengatur terkait penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sekaligus sebagai dasar penerapan PPN 12 persen. Jadi, barang-barang serta jasa yang berkaitan kebutuhan pokok masyarakat khususnya kebutuhan pangan tidak termasuk. Sementara konsumen yang dianggap ‘mampu’ harus menerima kebijakan naiknya pajak tersebut. Barang-barang serta jasa yang termasuk dalam kategori mewah, diantaranya ada smart TV, kulkas, perabotan rumah tangga dengan teknologi canggih dan eksklusif, barang-barang impor, kendaraan mewah seperti mobil sport, rumah dan apartemen senilai lebih dari Rp30 miliar. Adapun layanan jasa yang terkena pajak 12 persen diantaranya, layanan hotel, catering, wifi, rekreasi dan lain masih banyak lagi.
Akibatnya, minat beli masyarakat berkurang sedangkan perusahaan tetap harus bertahan di tengah krisis yang melanda. Perusahaan harus bisa menganalisa faktor apa yang berperan besar dan bisa mempertahankan bisnisnya. Hal ini ditinjau dari manajemen krisis, yakni dengan merespon krisis tersebut. Termasuk PPN naik, inflasi, pertumbuhan GDP, akan mempengaruhi berjalannya perusahaan. Artinya, perusahaan harus menyesuaikan dengan kebijakan terbaru baik itu merugikan atau menguntungkan. Perusahaan harus adaptif dan menyusun ulang strategi.
Untuk merespon krisis, hal pertama yang harus diperhatikan adalah anggaran. Anggaran harus disusun dan dialokasikan dengan realistis dan efektif. Pergerakan uang masuk dan keluar, harus dicatat dan dilaporkan dengan jelas untuk menjaga stabilitas keuangan perusahaan. Selanjutnya perusahaan bisa menyusun ulang strategi pemasaran dan berkolaborasi dengan mitra. Mulai dari promosi digital atau menjalin hubungan baik, agar sama-sama saling menguatkan dan menguntungkan. Selebihnya bisa fokus pada pelayanan dan pengembangan produk, yang didukung oleh SDM yang berkualitas untuk menjaga loyalitas pelanggan. Terbukti, bahwa SDM yang berkualitas berpengaruh pada keberlangsungan perusahaan jangka panjang. Dibutuhkan orang yang ahli dan bertanggungjawab, demi keberlangsungan perusahaan.
Menghadapi naiknya PPN 12 persen mungkin akan membuat sebagian pihak ‘terguncang’ dan perlu adanya penyesuaian kembali, khususnya di bidang keuangan. Dibutuhkan analisa mendalam dan kehati-hatian dalam mengelola keuangan. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi adanya kesalahan dan membantu dalam perhitungan faktur pajak, faktur penjualan dan pembelian, laporan laba rugi, laporan neraca, dan memantau arus kas secara real-time, bisa menggunakan PROXIMA untuk pencatatan keuangan secara digital. Pelajari disini.
Pencatatan keuangan keuangan digital membuat pekerjaan lebih efisien. Sudah aman juga, karena dilengkapi dengan perlindungan ganda. Dengan memiliki keuangan yang sehat, akan lebih mudah bagi perusahaan mengambil keputusan dengan bijak untuk menghadapi krisis yang melanda.