Perbandingan Metode Depresiasi: Mana yang Paling Cocok untuk Jenis Asetmu?
Dalam akuntansi, depresiasi adalah proses pengalokasian biaya perolehan aset tetap selama masa manfaatnya. Hal ini penting dilakukan untuk mencerminkan penurunan nilai ekonomis aset seiring waktu akibat penggunaan, usia, atau keusangan. Depresiasi mempengaruhi laporan laba rugi dan neraca, serta memiliki dampak langsung terhadap strategi keuangan dan perpajakan. Oleh karena itu, memilih metode depresiasi yang sesuai bukan sekadar urusan teknis, melainkan juga keputusan strategis yang harus disesuaikan dengan jenis aset dan pola penggunaannya.
Berikut ini adalah penjelasan empat metode depresiasi utama, lengkap dengan rumus, contoh perhitungan, dan saran penggunaannya.
1. Metode Garis Lurus (Straight-Line Method)
Metode ini adalah yang paling sederhana dan umum digunakan. Beban depresiasi setiap tahun selalu sama, karena dianggap bahwa aset memberikan manfaat ekonomi yang konsisten setiap tahunnya.
Rumus: (Biaya Perolehan – Nilai Sisa) ÷ Masa Manfaat
Contoh:
Biaya aset: Rp100.000.000
Nilai sisa: Rp10.000.000
Masa manfaat: 5 tahun
Perhitungan: (100.000.000 – 10.000.000) ÷ 5 = Rp18.000.000 per tahun
Cocok untuk aset yang digunakan secara stabil, seperti bangunan, furnitur kantor, dan peralatan ringan.
2. Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method)
Metode ini mempercepat depresiasi di awal masa manfaat aset. Artinya, beban penyusutan lebih besar di tahun-tahun awal, lalu menurun seiring waktu. Biasanya digunakan untuk aset yang cepat mengalami penurunan nilai atau efisiensi.
Rumus: Nilai Buku Awal Tahun x Tarif Depresiasi
Contoh (Tarif 20%):
Tahun 1: Rp100.000.000 × 20% = Rp20.000.000 → Nilai buku akhir = Rp80.000.000
Tahun 2: Rp80.000.000 × 20% = Rp16.000.000 → Nilai buku akhir = Rp64.000.000
Cocok untuk aset seperti kendaraan, komputer, atau mesin produksi yang cepat mengalami penurunan nilai.
3. Metode Jumlah Angka Tahun (Sum-of-the-Years’-Digits / SYD)
Metode ini juga termasuk metode percepatan, tapi lebih halus dari saldo menurun. Beban depresiasi dihitung dengan membagi sisa tahun ke dalam total angka tahun. Semakin awal tahun, beban depresiasi lebih besar.
Rumus: (Sisa Tahun ÷ Jumlah Digit Tahun) x (Biaya – Nilai Sisa)
Contoh:
Misalkan mesin dibeli seharga Rp160.000, nilai sisa Rp10.000, dan masa manfaat 5 tahun.
Jumlah angka tahun: 5 + 4 + 3 + 2 + 1 = 15
Dasar depresiasi: 160.000 – 10.000 = 150.000
Tahun pertama, depresiasi: 5/15 × 150.000 = Rp50.000
Tahun kedua: 4/15 × 150.000 = Rp40.000
Dan seterusnya, hingga tahun kelima.
Cocok untuk aset yang kegunaannya tinggi di awal, kemudian menurun secara bertahap, seperti kendaraan operasional atau mesin berat.
4. Metode Unit Produksi (Units of Production Method)
Depresiasi dihitung berdasarkan seberapa besar aset digunakan. Semakin tinggi penggunaan (dalam unit atau jam kerja), semakin tinggi beban depresiasinya. Metode ini mencerminkan nilai ekonomis secara lebih akurat dibanding metode waktu.
Rumus: (Jumlah Unit Terpakai ÷ Estimasi Total Unit Produksi) × (Biaya – Nilai Sisa)
Contoh:
Biaya aset: Rp50.000.000
Nilai sisa: Rp5.000.000
Estimasi total produksi: 100.000 unit
Produksi tahun ini: 10.000 unit
Perhitungan: (10.000 ÷ 100.000) × (50.000.000 – 5.000.000) = Rp4.500.000
Cocok untuk aset yang nilai pakainya tergantung jumlah produksi, seperti mesin cetak, generator, atau alat berat.